Dua Gelas




“Dia datang”, lelaki dengan apron itu segera merapihkan diri, tak mau kalah kinclong dengan gelas-gelas kaca yang berderet manis menyambut tamu di langit-langit pintu cafe Mega. Kawannya yang sibuk mengantar pesanan, menyempatkan diri untuk berbisik padanya “Jatahmu”. Ia mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Semenjak istrinya mati tertabarak truk di depan pasar seminggu lalu. Seorang tamu istimewa yang biasanya jadi rebutan para pramusaji kini diserahkan dengan sukarela padanya.

“Satu orange juice, satu apple juice”, wanita dengan tatapan sayu itu seperti biasa memesan dua gelas juice. Si pramusaji bahagia luar biasa, ia dengan cekatan menyiapkan apa yang menjadi pesanan sang tamu istimewa. Dibawanya dengan sangat hati-hati dua gelas juice yang luar biasa berarti. Tak akan dibiarkannya berdenting dua gelas ramping tinggi yang berisi cairan kental berwarna orange dan putih dengan topping buah segar. 


“Terimakasih” wanita itu mengangguk pelan. Tak kalah pelan sang pramusaji beringsut mundur, mengamati gerak-gerik sang wanita dari balik lima blender yang berjajar. Pemandangan itu selalu jadi hal yang dinantikan oleh seluruh parmusaji. Tinggi meja blender yang jaraknya cukup jauh sangat aman bagi mereka untuk tidak dicurigai. Saking menariknya pemandangan itu, bahkan pramusaji iseng yang hanya meninggalkan imannya di bawah atap-atap mushola berbondong-bondong buka taruhan. “Juice mana yang dipilih?”, “Ssst...” lelaki itu merasa terganggu. Seolah-olah ia takut sang Wanita mendengar dan menoleh, lalu curiga dan marah. Tentu aneh bila si wanita menangkap para pramusaji hanya berkerumun mengendap dibalik meja blender menatapnya lekat dan bukannya mengantar pesanan. 

Ritual itu dimulai. Wanita bermata sayu selalu memulai ritual minum juice di cafe Mega ini tepat pukul empat sore. Selalu duduk ditempat sama, dimana cahaya matahari yang mulai tinggi bisa dengan leluasa menjamah wajah cantiknya nan pucat. Ia serupa dewi yang disinari kini. Ia punya spotligth-nya sendiri. Membuat pengunjung lain berwarna sepia saja. Ritual pertama, ia akan menunduk cukup lama. Entahlah mungkin berdoa? Mungkin memanggil arwah? Ah terlalu mistik untuk jaman serba digital seperti saat ini. Baiklah kita simpulkan saja, wanita itu sedang berdoa. Mensyukuri segala nikmat hidup yang ia punya. Nyawa yang bersemayam dalam seonggok daging yang membalut tulang kokohnya. Sepasang kaki yang tak jengah mengantarnya melangkah tiap Sabtu sore ke cafe Mega. Lalu setelah itu ia mulai menarik salah satu gelas dan menggeser gelas lainnya ke depan di tempat satu kursi yang tak berpenghuni. Para pramusaji dari balik blender mulai sibuk menebak-nebak, “Orange, Apple, Orange, Apple”, “Shhssshh...”, sang pengantar minuman ingin menikmati detik-detik ini dengan tenang. Bagaimanapun urusan ini akan jadi urusannya juga.

Sudah terpilih, gelas dengan isi orange juice diangsurkannya ke depan. Hari ini ia memilih Apple juice. Sabtu lalu ia memilih avocado juice dan ia menyisakan strawberry juice. Perlahan ia menyeruput cairan kental berwarna putih itu. Terlihat sekali perjalanan apple juice yang masuk melalui mulutnya lalu turun ke tenggorokan menciptakan sedikit gundukan kecil dileher jenjang wanita itu lalu terjun bebas ke lambungnya. Tak terasa para pramusaji yang mengintip juga ikut-ikutan menelan ludah. Nikmat sekali kelihatannya. Aaaah. Tapi mereka yang kalah taruhan buru-buru sadar dan bubar, adegan selanjutnya tak menarik lagi. Lagi pula si boss juga sudah mulai melirik kesal . Boss gendut itu tiba-tiba ingin pensiun dini jadi boss melihat tingkah pegawainya yang berlaku senak perut. 

Ditengah hiruk pikuk pramusaji yang mulai bekerja lagi, ada satu lelaki yang masih mengamati si wanita dengan dua gelas juicenya. Ia penasaran betul kenapa wanita itu selalu memesan dua gelas, dan menyisakan segelas. Tapi siapa dia jika hendak bertanya?

Apple juice itu tandas sudah. Si wanita bermata sayu menatap gelas lainnya yang masih terisi penuh. Ia tersenyum. Memandangnya erat-erat seperti memandang seorang teristimewa. Ya, gelas itu memang ia persembahkan untuk lelaki teristimewa yang kelak akan membersamainya menuntaskan lembar demi lembar kisah dalam hidupnya. Siapa? Entahlah. Di mana? Entahlah. Kapan? Entahlah. Ia hanya ingin belajar melayani sedari kini. Berbagi satu hal yang amat ia cintai, berbagi momen minum juice dari tempat favoritnya setiap Sabtu di senja hari. Saat mentari dengan cantiknya mengurai bias-bias tipis cahaya keemasan. Menghujamkan kehangatan dari kulit hingga sungsum tulang. Ia meyakini, diluar sana, entah dimana ada lelaki yang sedang menantinya jua. Menyiapkan secangkir kopi hangat khusus untuknya. Wanita ini bahagia dengan caranya.

Dengan gerakan amat hati-hati wanita itu beranjak pergi setelah meninggalkan dua lembar sepuluh ribuan di atas meja. Tanpa diminta lelaki yang tadi menyuguhkan juice itu lekas-lekas membereskan meja sang tamu istimewa. Temannya berbisik lagi “Selamat ya, hari ini orange juice”. Lagi-lagi yang diajak bicara hanya tersenyum penuh arti.
***
“Bapak pulang, Bapak pulang”
Dua anak lucu dengan kulit kusam itu memeluk Bapaknya yang baru pulang bekerja. Celotehnya riang sekali. Seharian mereka hanya main di rumah tetangga. Mandipun dimandikan tetangga. Maklum Ibunya sudah menghadap yang kuasa lebih dulu seminggu lalu. Lelaki yang kini menjadi duda muda itu, menggendong kedua anaknya masuk ke rumah petak sederhana tanpa perabot memadai. 

“Tolong ambil gelas Nak” pintanya pada si bungsu. Tak usah menunggu komando kedua, jagoan itu berlari ke dapur dengan gesitnya dan kembali dengan tiga gelas yang tak kalah kusam dari wajah mereka.
alhamdulillah hari ini kita minum orange juice”. Ia membuka plastik hitam yang sejak ia datang sudah curi-curi dilirik oleh sang anak. Anak-anak itu tak terbilang bahagianya. Matanya berbinar-binar seperti anak orang kaya yang baru mendapatkan PS3.

“Kakak tolong dibagi rata ya, untuk dua gelas saja” pinta sang lelaki pada si sulung. Si sulung keheranan. “Bapak minum apa?”.

Ia memandang si sulung haru. Dibelainya kepala kedua putra-putri yang merupakan titipan Tuhan untuknya yang paling berharga. 

“Bapak punya minum yang istimewa juga”

Malam ini lewat dini hari, anak-anak itu sudah tertidur pulas di atas tikar. Mereka tidur dengan hati bahagia. Segelas juice yang dibagi dua itu, sedikit membuat mereka lupa akan Ibunya yang pergi seminggu lalu. Segelas juice yang dibagi dua itu membuat sang lelaki tak lagi kerepotan menidurkan anak-anaknya.
Kini di tengah malam yang sepi, ia melangkah ringan ke dapur. Menyeduh dua kopi instan harga seribuan untuk menemaninya menjemput pagi dan harapan. Satu gelas ini untuknya, satu gelas lagi ia biarkan penuh terisi tanpa disentuh. Khusus untuk wanita yang datang tiap Sabtu senja dengan menyisakan satu gelas juice.
Mari minum. Terimakasih sudah membuat anak-anak saya tahu bahwa diluar sana ada satu jenis minuman bernama juice buah. Kopi panas murah ini buat kamu. Maaf hanya ini yang bisa kuberikan. Kalau ada gaji lebih, saya janji akan membelikan yang rasanya agak lebih manusiawi.
Lelaki itu menyeruput kopinya sambil tersenyum santai. Kini ia tahu mengapa wanita itu bisa dengan istiqomahnya datang ke cafe Mega untuk memesan dua gelas juice setiap Sabtu sorenya. Ia tahu wanita itu bahagia. Sebahagia hatinya malam ini. 

Malam melipat pagi. Bintang menaburi angkasa dengan pesonanya. Harapan wanita itu dijawab Tuhan dengan sempurna. Dari sebuah sudut kota yang namanya tak pernah tercantum di peta. Seorang lelaki muda bersahaja, tengah membuatkan secangkir kopi hangat khusus untuknya.

Sumber gambar : google

Comments