Pernikahan Dan Tangan Cantikku

google

Aku terlonjak bahagia ketika dia menyatakan siap mempersuntingku. Usiaku tak muda lagi, awal kepala tiga tepatnya. Tau sendiri usia tigapuluh merupakan usia yang lebih dari matang bagi seorang wanita untuk menikah. Dan yah sebenarnya yang membuat gerah adalah bisik-bisik tetangga dan selentingan dari keluarga yang selalu memburu-buru ku untuk menikah. Berkali mereka menanyakan tentang pernikahan, berkali juga aku berkelit."Semua akan indah pada waktunya", itulah senjata terampuh yang selalu ku lepaskan setiap Bu Dhe atau Pak Dhe bilang "Wah...kapan nduk, nyusul Adikmu tu lho". Agak jengah juga sebenarnya selalu ditanyai topik yang sama, aku tau itu tanda perhatian mereka, tapi perhatian berlebih seperti itu, apalagi untuk hal sensitif, rasanya cukup untuk membuat kuping merah dan membuatku malas menghadiri acara keluarga.

Tapi in shaa Allah, penderitaan itu akan segera berakhir. Wito teman ku semasa SMA tiba-tiba menghubungi ku dan mengajakku menikah. Awalnya kaget, tapi mengingat dulu aku memang pernah ada hati untuknya, rasanya tak masalah untuk di iya kan saja, toh aku dikejar umur. Aku tipe wanita yang tidak menganut pacaran,bagiku pacaran buang-buang waktu dan tidak ada manfaatnya, banyaknya kajian yang kuikuti juga mendukung sikapku itu. Beruntung, Wito pun sepakat dengan keputusanku untuk langsung menikah saja, toh sejak jaman SMA, aku  sudah tau baik - buruknya Wito, dan aku yakin di usianya yang matang, dia menjadi pribadi yang lebih baik.

Pagi itu aku menyampaikan kabar gembira bahwa aku akan segera dilamar pada keluargaku. Ibu memelukku cukup lama, setelah sekian tahun akhirnya saat yang ditunggu tiba. Ibu segera menghubungi keluargaku yang lain, mengabarkan kabar super mengembirakan ini. "Acara lamaran ini harus meriah nduk, kita buat besar-besaran ya...?", aku tak sanggup menolak, binar matanya menunjukkan api semangat yang tak bisa padam walau diguyur selautan hujan. Bapak tak kalah senangnya, seharian ia mendendangkan lagu When I fall in Love, di ruang tamu, di kamar mandi, di halaman, di seluruh penjuru rumah. Ah...bahagia sekali melihat mereka bahagia.

"Jadi, apa hari ini aku bisa datang ke rumah mu Nit?"

itu adalah pesan singkat yang dikirim oleh Wito

"Bisa, Wit. Bapak Ibu sudah welcome alhamdulillah"

Malam hari ba'da Isya Wito datang sendiri, mengendarai Alphard hitam. Ia membawa oleh-oleh untuk Bapak dan Ibu. Jujur ini pertama kalinya aku bertemu Wito setelah kurang lebih 12 tahun kita tidak bertemu. Sebelum-sebelumnya kami hanya berdiskusi via telpon atau sms. Agak canggung juga, meskipun kami teman samasa SMA ternyata pertemuan kali ini rasanya seperti pertemuan pertama. 

"Duduk Wit, Ibu sama Bapak baru di dalem"

Wito mengangguk dan duduk di sofa merah marun ku. Aku duduk juga di sofa yang agak jauh dari Wito. Detik-detik menunggu Ibu dan Bapak datang ke ruang tamu terasa sangat menyiksa. Kami berdua didekap ketidak enakan hati masing-masing.

"Eem... jadi, kamu serius Wit?"

Tanpa memandangku ia menganggukkan kepala

"Bapak Ibu mu udah setuju?"

tanyaku lagi

Masih tanpa memandangku "in shaa Allah, tapi sebelum lamaran Mama pengen ketemu dulu"

Giliran aku menganggukkan kepala, "Ya udah besok aku kerumahmu. Nggak ada kamu nya juga nggak papa". "Oke" katanya singkat.

Akhirnya Bapak dan Ibu datang menemui kami. Setelah ngobrol ngalor ngidul sekitar satu jam, Wito pamit pulang. Ia mencium tangan Bapak dan Ibuku. "Anaknya baik nduk, Ibu setuju". Aku tersenyum lega.

Dari obrolan kami dirumah kami menyepakati untuk melangsungkan prosesi lamaran pekan depan, dan dua pekan setelah itu in shaa Allah kami akan melangsungkan akad nikah.

Siang hari seperti janjiku pada Wito, aku menyambangi rumahnya untuk bersilaturahim pada calon mertua. Mama Wito membuka pintu sambil tersenyum lebar. "Akhirnya...calon mantu Ibu datang juga", aku sedikit tersipu, tanpa dikomando aku meraih tangan Mama Wito dan menciumnya. Sedikit lama Mama Wito menggenggam tanganku. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelusup di hati. Perasaan tidak enak tepatnya. Satu setengah jam ngobrol dengan Mama Wito, aku bisa menangkap kesan bahwa beliau adalah orang yang menyenangkan. Tampaknya ia juga senang denganku. Tapi yang aku heran tatapannya acap kali melihat ke arah tanganku. Sebenarnya aku ingin bertanya, ada apa, tapi kuurungkan. Saat aku pamit pulang dan kembali menyalaminya, ia lagi-lagi memegang tanganku agak lama, bukan hanya itu tanganku juga di bolak-baliknya... tidak tahan akhirnya keluar juga pertanyaanku "Kenapa ya Ma?". Ia menyadari bahwa aku merasa aneh dengan perlakuannya, "Ah enggak, tangan kamu bagus banget ya, lentik... halus... "katanya sambil sedikit tertawa. Oh... itu, aku hanya tersenyum kecil menanggapinya. Aku benar-benar pamit kali ini, memacu motor matic ku.

                                                                -------------------------------------
Ibu masih belum sadarkan diri semenjak menerima sms ku. Bapak juga hanya terduduk lemah di samping ranjang Ibu. Seharusnya tiga hari lagi prosesi lamaran itu menjadi salah satu fase dalam kehidupanku, tapi yang terjadi sebaliknya. Sepulang kerja, tiba-tiba ada sms dari Wito yang isinya...

"Nit, beribu maaf, prosesi lamaran dan akad kita dengan sangat terpaksa harus dibatalkan"

Aku shock... dan tidak percaya pada semua ini. Semua tetangga sudah diundang, bahkan keluargaku yang tinggal di luar negri, mengusahakan diri untuk datang menghadiri prosesi lamaranku yang memang dibuat besar-besaran. Di awal kami sudah sepakat bahwa biaya lamaran ditanggung keluargaku. Kesepakatan itu terjadi saat Wito main ke rumah untuk pertama kalinya. Tapi apa balasan Wito? dengan gampangnya ia meng sms ku untuk membatalkan pernikah. Apa-apaan ini? pernikahan bukan undangan rapat yang bisa di cancel seenaknya. Dengan luapan amarah dan tanda tanya besar, aku menelpon Wito. Agak lama akhirnya ia menjawab panggilanku.

"Maksudnya apa?" tanyaku tanpa basa-basi

Ia terdiam agak lama "Maaf... Nit, aku terpaksa"

"Ya tapi alasannya apa?!" aku kembali mencecar Wito

"Mama ku ndak setuju Nit..."

"Kayaknya kemarin Mama kamu fine-fine aja. Nggak usah nyalahin, Mama kamu Wit, kalo kamu memang nggak mau, ya jangan bawa-bawa nama orang" jawabku kesal.

"Ini beneran karna Mama Nit..."

"Apa alesan Mama kamu?" aku  tidak  menangis , menurutku ini semua konyol. Lagi pula aku masih setengah percaya dan tidak percaya mendengar peryataannya.

"Kata Mama... tangan kamu... tangan kamu... terlalu cantik dan halus Nit. Mama bilang tangan perempuan yang terlalu halus tandanya dia ndak prigel, ndak pernah ngerjain kerjaan rumah" Rasanya bagai melayang, aku tidak percaya alasan sesimpel itu membuatnya mundur. Alasan tangan halusku yang memang halus meskipun aku melakukan berbagai kerjaan rumah, menyapu, cuci baju,cuci piring.

"Oh gitu... Oke"

Aku menutup telpon tanpa pamit... aku lemas... Aku menyampaikan berita ini pada Ibu, lewat sms dari kamarku.









Comments

  1. hihi...lucu.... *ups
    Jangan sedih, mba! Jodoh ga kemana :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya Allah semoga ga kejadian di kehidupan nyata deh :(( naudzubillah :( :D

      Delete
  2. Aduuuuuh sesimple itukah? pantes ya tangannya sampe dibolak balik :D belum jodoh :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaah...itulah yang dikhawatirkan orang bertangan halus, :)

      Delete

Post a Comment