Mari Berpelukan


Geleng-geleng sambil jedotin jempol ketembok adalah hal pertama yang bisa dilakukan saat melihat kabar di TiVi tentang video ASUsila anak SMP. Rite ASU nya dibesarkan. ASU atau anjing dalam bahasa Jawa, mungkin ungkapan yang tepat untuk merujuk tindakan apa-apaan diluar nalar itu. Doing "something" disaksikan teman-teman, direkam dan disebarkan ke seantero jagad. What the **** happen in this world? lebih sedih lagi saat ada kabar yang menyatakan bahwa mereka adalah korban bully. Astaghfirullah.

Kasus-kasus seks bebas yang menimpa anak dibawah umur yang belum gadug kuping sebenarnya bukan kali ini saja terjadi dan sudah terjadi dari dulu. Waktu jaman ane SMP ane punya seorang temen perempuan, lumayan deket. Dia yang ngajarin ane buat beset-besetin tangan pakai bolpen mati biar di tangan ada garis-garis luka yang belakangan baru ane tau itulah ciri khas "pemakai" yang kesakitan karena sakau euyh. Dia ngaku pernah tidur yang nggak cuma sekedar tidur tentunya, dengan tujuh pria sekaligus. Ane sampe pengen cek kuping ke THT waktu denger itu. Are you kidding me?! Habis itu dia nggak ada kabar lagi. Dia nggak pernah masuk sekolah. Katanya dia hamil, tapi ane nggak pernah bener-bener cek kebenarannya. Pas ane cerita tentang itu ke Ibu, ibu cuma bilang "jangan terlalu dekat". Iya, bersamanya ane pernah merasakan bolos sekolah demi main ke Malioboro. Ya ampun mak gue badung amat yak?



Lanjut!

Yak di SD kakak kelas ane juga pernah ke gep melakukan begituan di tengah sawah dini hari. SD, kelas 6 sodara-sodara. Which is tinggal menghitung hari (detik demi detik, masa ku nanti apakan ada? jelang cerita kisah yang panjang menghitung haaaa.... #woy malah nyanyi) Ok, maaf khilaf - menghitung hari untuk lulus sekolah. Tapi ane juga nggak tau apa yang bisa membuat kakak kelas ane itu melakukan hal tersebut.

Kalau anak jaman sekarang mungkin semua dipengaruhi teknologi. Lah kalau jaman dulu? 


Mungkin ini penyebabnya...

Pagi tadi pas ane siaran Kukuruyuk, program bocah cilik-cilik narasumber datang sambil membawa pencerahan. Dia juga miris, sedih, prihatin dengan apa yang terjadi pada anak jaman sekarang (secara beliau juga punya putra). Beliau bilang, teknologi memang bisa menjadi penyebab segala tindakan amoral itu, tapi faktor keluarga juga penting mamen.

Peluk! itu kata kuncinya. Meskipun sudah remaja, jangan canggung untuk memeluk anak. Karena sesungguhnya kedekatan fisik atau pelukan sangat penting untuk membuat anak tidak mencari kehangatan di luar rumah. Ane pikir-pikir... ya, itu bener pake banget. Meskipun Ibu ane buka tipe orang yang suka meluk-meluk tapi kedekatan fisik kami cukup dekat. Ane yang suka memeluk ibu dari belakang. Ya habis, Ibu kurusan. Ane kan jadi iri... huhuhu... baiklah fokus melenceng. 

Kalau bapak sih, karena Bapak ane laki-laki (ya iyalah) ane membatasi kontak fisik sebatas cium tangan dan cipika cipiki di moment2 tertentu. Tapi ya itu tadi, kami dekat. Jadi ane nggak memerlukan kehangatan di luar sana... opo to yoh.

Nah untuk orang tua yuk dipeluk anak-anaknya. Mungkin dengan saling berpelukan dan merasakan detak jantung masing-masing kedekatan akat terjalin lebih erat. Anak juga bakal lebih betah di rumah. Ane juga yakin orang tua yang suka memeluk anaknya pasti nggak emosian. Kalau ada anak yang menolak dipeluk, PAKSA! sebagai anak saya bisa jamin dia cuma gengsi dan pura-pura karena belum terbiasa. Lama-lama dia akan tau pelukan adalah bahasa kasih sayang.

Asal ditanamkan juga ya, tuh anak nggak boleh meluk sembarang orang. Tar mentang-mentang sayang, siapa aja dipelukin...sama aja itu mah.

gambar :pixabay.com

Comments

Post a Comment