"Re-Hidayah" Adakah?

Sadarkah bahwa kita dulu lahir lewat lubang yang sama dengan keluarnya kencing? Bahkan kadang kita dilahirkan bebarengan dengan kotoran ibu. Kita kotor, kita pernah sangat kotor dalam arti sebenarnya. Bau, lengket dan menjijikkan. Lalu suster baik hati memandikan kita, menjadikan kita bersih, wangi, cerah kemerahan.


Dan dalam perjalanan hidup, kita melangkah. Tersuruk ke lumpur. Masuk ke dalam kegelapan. Kita kotor lagi tapi bukan dalam arti sebenarnya. Tubuh kita bersih, wangi, necis. Perilaku kitalah yang kotor, otak kita yang ngeres. Maksiat kita lakukan semudah mengedipkan mata. Mungkin hampir semua maksiat pernah kita coba karena kita memang suka icip-icip (icip-icip dosa). Kita hampir mati membentur-bentur tembok dalam kegelapan yang kita ciptakan sendiri. Namun, sesuatu terjadi. Kejadian sederhana, atau luar biasa yang menjadi titik balik kita. Tuhan mengangkat kita. Memandikan dan membersihkan kita.

Sayang kebodohan kita membuat kita lebih gelap dari sebelumnya. Kita merasa sudah pernah dapat hidayah. Kita lupa bahwa kerja setan makin gencar menggoda mereka-mereka yang sudah dapat hidayah. Ya, tentu saja mereka terbagi dalam tim-tim. Setan penggoda ustadz jelas beda level dengan setan penggoda pezina. Nah disinilah letak petakanya. Saat kita begitu bangga dengan jubah kita, dengan sorban atau jilbab di kepala, kita kerap merasa lebih baik karena kita pernah dapat hidayah. PERNAH DAPAT HIDAYAH. Kita lena, tidak tau bahwa hidayah juga ada expired date nya kalau tidak kita perpanjang dengan taubat, atau dengan pendekatan yang lebih pada Nya. Kenapa saya bilang kita lebih gelap? karena dengan jubah, sorban atau jilbab kita mengulang kebodohan di masa silam dengan sama ringannya. Maaf tapi saya bilang bahwa kita sudah dengan senang hati jadi MUNAFIK!

Saya pribadi takut, bahwa kata ganti kita di atas adalah kamuflase dari kata ganti saya. Saya takut, jika saya jadi tinggi hati dan menutup mata hati telinga hanya karena pernah dapat hidayah. Saya khawatir menyepelekan amalan-amalan kecil karena dulu pernah melakukan amalan besar yang lebih bombastis dikala awal bertaubat. Saya cemas jika hati saya tidak mau menerima kebenaran dari orang-orang yang saya anggap tidak lebih baik dari saya. Ah, bukankah kita sudah diajarkan untuk membuka mata hati telinga untuk sebuah kebenaran meski kebenaran itu berasal dari babi, anjing bahkan kotorannya? Saya mohon ampun, dan saya mohon hidayah kedua, ketiga dan seterusnya. Lewat pintu mana saja. Saya sekarang berusaha untuk membuka semuanya, mata hati telinga, untuk menerima kebenaran dari apa-atau siapa saja. Kalau memang harus ditampar tolong tampar saya sebelum Allah memutuskan api neraka yang jadi penampar saya.

Comments

Post a Comment