I Know It's Hard For You Dad

Hei Bapak...

Bapak yang sudah menjadi bapakku selama hampir dua puluh empat tahun ini. Terimakasih sudah menjadi yang terbaik. 

Menjadi teman, jadi penasihat, jadi pengingat, jadi pelindung, jadi pahlawan, jadi apapun dalam satu waktu.

Banyak orang bilang anak perempuan akan lebih dekat dengan bapaknya. Rasa-rasanya iya. Dari kecil sampai remaja, aku ngerasa deket banget sama bapak. Bapak yang ngebelain aku di depan ibu kalau aku sedikit nakal, bapak yang selalu nyanyiin tembang dolanan di depan teras sambil melihat bulan purnama, bapak yang selalu mendongeng malam-malam sebelum kami bobok. Yang ternyata berpengaruh besar terhadap minatku untuk menulis cerita sekarang-sekarang ini. 


Bapak, 
Bapak selalu berhasil bikin momen-momen menyenangkan terikat dalam memori. Momen mandi bola, momen jalan-jalan, momen makan bakso bersama. Aku inget banget setiap sebelum makan bakso, bapak selalu menawarkan "Baksonya mau dipotong-potong nggak?" iya karena untuk anak TK bakso-bakso itu terlalu besar. Dan aku selalu merepotkan dengan mengangguk. Aku membiarkan bapak menahan lapar demi motong-motongin baksoku dulu.

Lalu tiap pulang kerja, aku selalu menyambut bapak di depan rumah sambil teriak "Oleh-oleeeh" dan Bapak berlari sambil menyerahkan sebungkus makanan, atau mainan. Kalau aku tau bapak harus rela nggak makan siang gara-gara itu rasanya aku nggak pengen minta apa-apa. Apalagi bapak merelakan untuk beli oleh-oleh itu sebelum berebut naik bis Jakarta - Bekasi. Udah capek dimintain macem-macem pula sama anak perempuannya ini.

Bapak adalah bapak tergaul buat aku. Entahlah, tapi aku merasa hubungan teman-teman di SD sama bapaknya nggak ada yang sedekat hubunganku sama bapak. Aku merasa bangga saat dianter bapak ke sekolah, karena aku bisa mamerin toss kita. Toss antara anak perempuan dan bapaknya. Toss yang bikin temen-temen bilang "Bapakmu gaul banget." , "Ha ha, ya iyalah!"

Aku juga inget dulu pernah dimarahin simbah karena main-mainin pipinya bapak. Ya gimana lagi abis bapak punya wajah yang berminyak sih, jadi aku duduk di pangkuan bapak, terus nyubit-nyubitin dan mijit-mijitin wajah bapak yang licin. Bapak marah? enggak! bapak ketawa-ketawa. Padahal kalau dipikir-pikir duh aku kurang ajar banget ya. 

Apa bapak sebaik itu? Apa bapak nggak pernah salah?

Ya pernahlah. Bapak kan bukan malaikat. Kita juga sering berantem kok. Nggak usah nyari masalah besar, cuma gara-gara sinetron aja kita bisa cek cok. Tapi habis itu, saat motorku macet di tengah jalan, aku mau minta tolong ke siapa lagi kalau bukan ke bapak? Dan bapak  bakal langsung brangkat nolongin tanpa mengingat perdebatan sebelumnya. Padahal kalau dipikir jarak rumah sampai tempat motor macet itu jauh sekali.Maaf pak merepotkan lagi.

Time flies. Sekarang aku udah gede. Sering nggak sabar, sering ngerasa lebih tau apa-apa dibanding bapak, sering sok sibuk, sering segalanya yang mungkin bikin bapak kecewa. Tapi bapak nggak pernah nunjukin rasa jengkelnya ke aku. Bapak selalu sabar banget sama aku. Satu hal lagi, meskipun aku nyebelin, Dad always answer my call. Satu hal yang sampai sekarang belum bisa aku lakuin.

Dan tiba-tiba, aku minta nikah. Anak gadisnya ini tetiba ingin tinggal dengan lelaki lain. Meninggalkan rumah, meninggalkan orangtua yang belum sepenuhnya merasakan bakti si anak. Pasti rasanya berat ya pak? 

Melepas anak gadis ke orang lain tentu nggak semudah melepas layang-layang. Aku coba memahami perasaan itu pak. Apalagi waktu ibu cerita kalau bapak sampai mau nangis ketika mempertahankan anaknya ini.

 Iya pak, aku masih anak kecil yang dulu, yang bekalnya belum banyak, yang masih suka bangun siang, yang belum bisa ngebedain mana jahe mana lengkuas, yang masih gagap banget kalau suruh ngurusin suami. Aku yakin bapak pasti khawatir, kalau nanti aku tinggal di tempat orang lain, dengan kultur lain, itu semua bakal menyakitiku. Aku yakin bapak hanya ingin melindungiku. Tapi bapak nggak usah khawatir,  percaya deh, aku akan belajar. Aku akan belajar dengan bantuan bapak dan ibuk dan mertua dan suami. Ya?

Pak, aku bukannya mau ninggalin bapak dan ibu. But I need someone to guide me. I need that imam. Aku janji akan sering-sering ke rumah. Akan selalu belajar ini itu, tanya ini itu ke bapak ibu. Kan sampai kapanpun aku anaknya bapak ibu.

So please dont be too afraid, gimme that card. Kartu yang mengijinkanku untuk lanjut ke tahap berikutnya. Ke tahap yang bikin agamaku utuh.

Aku setuju dengan rentang waktu. Tapi jangan lama-lama plis. Reason yang paling susah ta ajuin ke bapak adalah masalah menjaga hati. Menjaga hati is not that simple pak. Bener-bener nguras energi. Trust me. 

So I hope, setelah pertemuan ini, semuanya akan lancar ya. Bapak nggak akan kehilangan anak kok, bapak justru akan dapat anak laki-laki baru. Semoga kita bisa berdamai dengan hal ini ya pak. Semoga timingnya pas dan menyenangkan untuk kedua belah pihak. Apapun , sebenarnya sudah Allah gariskan. Tinggal ikhtiar kita aja. Dan masa-masa menunggu ini akan aku pakai untuk jadi anak baik-baik yang sebesar apapun kebaikannya nggak akan bisa ngebales kebaikan yang udah bapak kasih.

Love u much dad...
Sehat terus ya paaak

Dari anak gadis yang dulunya suka ngompolin baju bapak.

Happy father's day.

Comments

Post a Comment