Toleransi PILPRES


Toleransi- saat ane SD, ane cukup sering mendapati pelajaran tentang hal satu ini terutama dari guru PPKN. 
"Kalau ada orang yang sedang puasa, yang sedang tidak puasa sebaiknya tidak makan di depan yang puasa." Ini namanya toleransi. 

"Kalau kamu muslim dan punya teman yang merayakan natal, sebaiknya kamu datang dan mengucapkan selamat natal." Ini juga toleransi (kata guru SD, pendapat ane mengenai ini bisa dibaca di sini)

Ya gitu deh, karena saat SD hidup kita belum sengehe sekarang, nggak gitu banyak tingkah, dan masih polos bin unyu. Jadi perbedaan yang kita kenal saat itu hanyalah perbedaan jenis kelamin lelaki-perempuan, suku budaya serta perbedaan agama. Sehingga contoh-contoh masalah toleransi hanya mengkover ranah itu.

Namun semakin dewasa, ketika kita sadar bahwa ternyata hidup nggak sesederhana kertas putih ketiban ee' cicak.Ketika perbedaan ternyata semakin beragam,  anggep aja kertas putihnya ketiban ee' cicak, ee' kucing, ee' dinosaurus dan kawan-kawan. Kita mengalami sebuah sindrom "Loh kok?". " Loh kok dia begitu?",  "Loh kok cara dia shalat begitu ya? kok beda sama aku?", "Loh kok dia putih?" dan loh kok- loh kok lain. Kita agak bingung dengan keanekaragaman. Dan untuk kali ini, yang lagi anget-angetnya adalah kita bingung dan gagap dengan perbedaan calon presiden yang ada.

"Loh kok bisa-bisanya dia pilih capres nomer 1, dia kan bla bla bla."
"Kok bisa sih dia pilih capres nomer 2, udah tau dia itu na na na na."

Dan ketika kita saling hujat di media sosial, memilih untuk menebar isu negatif capres lawan demi menggoyahkan iman pemilih yang memilih capres lawan, kita seperti lupa bahwa saat SD kita diajari untuk bertoleransi tentang masalah yang lebih besar. AGAMA! Dan kita berhasil. Coba ane tanya, siapa yang nilai PPKN nya dapat Nol? jarang, kecuali waktu ujian kamu nggak masuk. Mana anak SD yang membacok teman karena dia makan di depan orang puasa? ada? kalaupun ada pasti hanya sebagian kecil *ih moga2 nggak ada.

Rata-rata kita berhasil menjalani masa sebagai anak-anak dengan damai bersama teman yang beda agama. Bahkan hal itu akhirnya kita bawa sampai dewasa. Saat teman non muslim mengingatkan kita untuk shalat, saat muslim mengingatkan orang Kristen untuk ke gereja. Saat seorang muslim saling bantu untuk mengamankan gereja yang sedang digunakan untuk misa, saat seorang non muslim mengantarkan nenek berjilbab berangkat ke masjid. Kita tau bahwa ada sebuah perbedaan di sana. Tidak main-main. Masalah agama, keimanan kita. Dan menurut ane, ketika beragama kita harus fanatik, ya kalau nggak fanatik sama aja kita nggak yakin sama agama kita dong. Ane islam, dan ane sangat yakin bahwa agama Islam adalah agama yang paling benar. Pun dengan orang-orang Kristen, Hindu, Budha atau yang lainnya, mereka semua juga pasti yakin kalau agama mereka adalah agama yang paling baik. Itu namanya iman. Ada masalah? 

Apakah lalu kita saling hujat demi menggoyahkan iman orang-orang yang berbeda keyakinan dengan kita? Ada memang sebagian orang. Tapi sekali lagi mereka minoritas yang mungkin nggak ikut pelajaran PPKN bab toleransi.

Nah sekarang kalau kita bisa hidup damai sentosa dengan orang-orang yang punya perbedaan mendasar dengan kita. Kenapa justru dengan orang-orang yang bahkan seagama dengan kita, kita ribut masalah capres? Ini kan aneh sodara-sodara?

Kita yang awalnya baik-baik aja sama temen, cuma gegara dia pilih nomer dua dan kita nomer satu, terus kita jadi berbisik dalam hati "Ih dia tuh gimana sih, bego banget." Nah dianya juga, cuma gegara kita pilih nomer satu, dianya ngambek "dodol, apaan sih yang bisa dibanggakan dari capres nomer satu?"

Wow, wow, wow, pilpres ini  berhasil memporak-porandakan pondasi toleransi yang sudah susah-susah dibangun oleh guru PPKN kita rupanya.

Ayolah, kalau kita (buat pembaca muslim) bisa mentolerir orang yang makan di depan kita yang sedang puasa harusnya kita juga bisa mentolerir pilihan orang lain terhadap salah satu capres.

Kalau kamu bisa mentolerir orang yang numpang shalat di rumahmu (untuk pembaca non muslim) mentolerir pilihan capres berbeda tentunya lebih mudah kan? Hal ini sama sekali tidak akan mengganggu keimanan kita sodara-sodara.

Lalu gimana kalau kita masih ingin  capres kita menang (ya ini juga manusiawi, lha wong punya jagoan kok nggak bangga sama jagoannya.)

Sampaikanlah dengan cara yang baik, share hal-hal positif tentang capres. Nggak usah share tentang hal negatifnya. Kalau benar ghibah, kalau salah fitnah. Lalu gimana kalau si capres A ternyata korupsi, capres B punya track record buruk? Kan kita harus mengingatkan teman kita. Kalau yakin bisa diskusi dengan kepala dingin, sama-sama punya ilmunya, silahkan berdiskusi. Bawa data. Lihat sumbernya. Karena memang ada media yang hobi jelek-jelekin capres, karena ternyata media itu ada kaitan dengan capres lawan. 

Frontalnya gini, kalau kita baca berita negatif tentang Prabowo di jaringan K**pas la la la. Ya nggak usah bangga-bangga banget buat nunjukin itu ke temen, lha tugas mereka yang memang itu, menggiring masa buat pilih Jokowi. Sama aja kalau kita buka v**a news, yang namanya Jokowi pasti banyak salahnya. Lah tugasnya memang membangun opini publik buat milih Prabowo. Cek lah siapa yang punya kepentingan dibalik media itu (duh mediaku, riwayatmu kini sarat kepentingan yak ha ha ha).

Buat yang belum punya pilihan ya toleransi juga sama yang sudah punya pilihan dan sering promosi jagoannya di sosmed. Menuh-menuhin beranda FB. Lah so what? rugi po? duitmu kalong po? Po koe njuk mendadak jomblo gara-gara kui?  Nggak kan? Ya udah tunggu aja sampai 9 Juli dan semua akan reda.

Sama aja, buat yang promosi jagoan-  biasa aja. Nggak usah share tiap sedetik sekali. Toleransi lah sama mereka yang eneg pada politikus dadakan (Ane termasuk yang dienegin bwahahah ).

Wislah ane males bikin kesimpulan. Ya kamu harus toleransi dong, ini udah setengah tiga pagi. Ane ngantuk. Bai!

Saldam!


Comments