Merindukan Hujan Tanpa Mencaci Matahari

pict dakwatuna.com/ edited with pixr



Semalam, ketika harus keluar rumah untuk sebuah keperluan, kepala saya menengadah ke langit. Pekat. Bintang-bintang menyisih. Saya bahkan seperti membau aroma air yang siap meluncur dari lambung awan.  Alhamdulillah, sebentar lagi hujan. Langkah saya untuk keluar semakin mantab. Saya memang berniat ingin hujan-hujanan, terdengar jumawa sih, tapi bagaimana lagi saya dirundung rindu berkepanjagan. Saya ingin merasakan lagi jarum kecil-kecil yang tidak tajam itu menari salsa di permukaan wajah. Merasakan lagi dingin alami yang membasah di tubuh. Karena hanya dengan adanya dingin hujanlah mandi air hangat terasa nikmat. Tapi, sudah separuh pejalanan saya tempuh, hujan tidak juga datang. Awan-awan menepi dan langit kembali terang. Hei, berpindah kemana bergalon-galon air itu? Tidak bisakah menetes sedikit saja?

Katanya hujan itu berkah, yah mungkin malam itu memang bukan rejeki saya. Tapi siang tadi Tuhan kembali membuat saya berharap. Menurut kabar yang dikirim langit, hari ini akan turun hujan. Siang yang biasanya benderang, pelan-pelan redup. Saya dan teman bersorak sorai,"I'm so happy," kata teman saya. "Yeah me too!!" Dan suasana ngantuk sedari pagi hilang begitu saya melihat langit mendung. "Yes! Bakal hujan nih!" Tapi lagi-lagi sampai jam ngantor saya selesai, hujan tidak juga datang, bahkan matahari bersinar lebih terang. Baiklah. Mari kita pulang saja dan tunggu dia di rumah.

Lalu ketika menulis ini saya terhenyak. Astaghfirullah. Dulu kita pernah begitu deras berkeluh kesah tentang hujan, becek, banjir, baju nggak kering-kering. Tuhanpun mengganti hujan dengan matahari agar manusia bahagia. Tapi sekarang saat matahari lebih gagah berdiri, lebih terik menyinari, kita juga garang melepas keluhan, panas, gerah, nggak enak

Hujan dan matahari suka serba salah. Manusia yang tidak mau mengalah senang sekali berkeluh kesah. 

Ketika hujan turun deras dan kita merindukan matahari, mungkin kita perlu ingat bahwa akan datang masanya kita membutuhkan dan menginginkan bulir-bulir hujan itu, maka nikmatilah setiap tetesnya, simpan dalam-dalam di setiap labirin ingatan. 

Saat matahari bersinar terik dan kita mendamba hujan, kunci mulut dari keluh kesah, karena nanti akan ada waktunya kita benar-benar merindukan dan membutuhkan sapaan sinar matahari, tersenyum saja, nikmati setiap inchi sengatan, siapa tahu Allah berkenan menggugurkan dosa dari upaya kita menghentikan keluh saat kepanasan.

Semoga kita dijadikan ahli syukur yang bisa merindu hujan tanpa mencaci matahari, pun mendamba matahari tanpa mencela hujan.

Comments

Post a Comment