Sama Halnya Dengan Berbuat Baik, Berbuat Salah Jugalah Sebuah Kebiasaan
Manusia tidak mungkin seratus persen sempurna. Cacat-cacat kecil beberapa kali kita lakukan. Itulah yang membedakan kita dengan malaikat. Selain itu kesalahan terkadang juga menjadi pintu bagi seseorang melangkah dan bersimpuh memohon pengampunan, meminta permaafan, menjadikannya lebih dekat dengan Tuhan.
Bagaimana seandainya manusia tidak punya salah/ dosa, apakah bisa dia konsisten menghadap untuk sebuah kesyukuran saja?
Bagi manusia kesalahan adalah hal yang niscaya. Namun seseorang yang paham, ia tidak akan pernah menyepelekan kesalahan. Sebuah kesalahan kecil yang dilakukan secara kontinyu tidak akan dianggap lagi sebagai kesalahan alarm hati kita dipaksa mati dan menganggap kesalahan itu sebagai kewajaran yang, yah... biasa saja dilakukan.
Anda pasti pernah membaca tanda "Belok kiri ikuti lampu" pada trafic light di jalan. Menggiurkan sekali untuk belok kiri ketika lampu merah, apalagi keadaan sepi dan kita dalam kondisi terburu-buru. Orang yang menyepelekan, akan memikirkan beberapa hal, pertama, tidak ada polisi yang jaga, dua, jika dihitung tidak akan ada kecelakaan karena jalanan sedang sepi, tiga, yah, kenapa tidak, ayo langgar sekali saja. Iapun membelokkan motornya ke kiri. Dan ia bahagia karena terbukti tidak terjadi apa-apa. Tidak ada tilang ataupun kecelakaan.
Esoknya, di trafic light lain ia melakukan hal yang sama, kali ini dilakukan tanpa berfikir lagi. Ia sudah terlanjur enjoy dengan kesalahan yang dibuat. Ia tidak mempertimbangkan lagi resiko-resiko, ia bahkan tidak tahu bahwa tingkah lakunya menjadi teladan buruk bagi pengendara lain. Kesalahan kecilnya berubah jadi kewajaran.
Pertanyaannya, mau sampai kapan kita menyepelekan kesalahan?
Tuhan tidak selalu memberi peringatan secara langsung, kadang Ia menunggu. Apakah kita juga ingin menunggu peringatanNya? Apakah kita memang harus disentil dulu agar berhenti?
Yang paling menyedihkan dari berbuat salah adalah-- kita yang membunuh hati kita. Mengikis kepekaannya pelan-pelan dan membiarkan ia nirfungsi. Kita manusia, hidup dengan akal dan nurani, jika hati nurani telah mati, akal juga tidak berjalan maksimal, apa bedanya kita dengan zombie?
Atau jangan-jangan kita memang sudah mati sebelum mati?
Kita boleh salah, tapi tidak menyengaja berbuat salah, apalagi terus-terusan menyengaja hingga kesalahan itu jadi kebiasaan yang wajar.
Salah-salah kita seharusnya adalah salah-salah tidak sengaja, salah-salah terkecil dari upaya maksimal untuk menghindari berbuat salah.
Semoga Allah membantu kita untuk menghindari berbuat salah selalu...
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete