Citaku Adalah Ibu
Menulis ini aku berangkat dengan sebuah kebingungan, ibuku
bukan tipe orang yang suka mendudukkan anak dihadapannya lantas memaksa kami
mendengar wejangan-wejangan, sehingga jika ditanya pesan ibu yang tetap
kujalankan hingga hari ini, aku tak punya bahan. Ia tidak pernah berpesan
apa-apa secara lisan. Namun, jika yang dimaksud pesan adalah bagaimana caraku
mengambil pelajaran darinya, maka aku punya banyak cerita.
Sambil diiringi lagu dari Jasmine Elektrik berjudul Ibu aku
mengetikkan cerita panjang ini, hampir tidak kuat karena lirik lagu Ibu
berhasil membuatku berjalan mundur ke masa lalu, mengingat kepingan-kepingan
kisah antara aku dengannya. Aku tiba-tiba ingin berhenti menulis, dan segera
berlari untuk memeluk ibu lantas minta maaf.
Aku adalah anak yang diasuh oleh ibu selama hampir 29 tahun (masih berlanjut hingga kini),
sampai sekarang kami tak pernah berpisah. Lepas menikah aku dan suami memilih
untuk mengontrak rumah di depan rumah orang tua agar kami bisa selalu dekat. Kini
aku sedang mengandung insyaAllah tak lama lagi menjadi ibu, dan kurasakan semakin aku menyayangi ibu karena akhirnya aku tahu perjuangan menjadi ibu ternyata memang tidak semudah itu.
Kuingat, saat itu aku duduk dibangku kelas 2 Tsanawiyah, ibu dengan vespa mungil
kami, datang ke sekolah, ia berjalan pelan menghampiriku lantas bilang, “Ayo
ikut audisi nyanyi,” kebingungan jelas tergambar di wajahku, ikut audisi
nyanyi? Oh, tidak! Aku memang suka menyanyi, kata tetangga yang sering
mendengarku bernyanyi di kamar mandi suaraku lumayan, tapi ikut audisi?
Bersaing dengan ribuan orang, dinilai oleh dewan juri, dan harus bergaya di
depan kamera? Tidak mungkin! AKU TIDAK MAU.
“Nggak ah, aku nggak mau!” Kataku pada ibu.
Ibu memaksa, “Ayo!” Dan ia sudah berjalan menjauhiku menuju
ruang guru untuk memintakan izin karena saat itu masih jam pelajaran. Dengan
berat hati aku kembali ke kelas, berkemas, tidak kuhiraukan pertanyaan
teman-teman tentang kenapa aku harus pulang duluan.
Sepanjang perjalanan ke tempat audisi aku memohon pada ibu
untuk menghentikan rencananya. Aku menangis, aku benar-benar tidak mau. Aku
malu harus tampil di depan banyak orang. Tapi bukan ibuku namanya kalau begitu
saja berhenti. Ia adalah tipe wanita yang tidak akan menyelisihi keputusannya
sendiri.
Tak lama, setelah menanjak tinggi di sebuah fly over
tiba-tiba mesin vespa kami mati. Ya, vespa tua ini memang sering ngadat. Meskipun
berat, dengan tertatih ibu mendorong vespa kami sampai ke pinggiran. Dalam hati
saat itu, aku bersorak girang, vespa ini mati, berarti aku tidak akan jadi ikut
audisi.
Berkali-kali ibu mencoba menyalakan mesin vespa, dengan
kakinya ia menggenjot tuas vespa kami. Kami dirubungi banyak orang, entah
mengapa aku merasa malu karena jadi tontonan, tapi dengan percaya diri ibu malah minta
tolong pada mereka. Tak ada yang mau membantu, mereka merasa tak bisa. Di
tengah usaha ibu, langit seketika mendung, dan hujan turun perlahan.
“Kita memang nggak ditakdirin ikut audisi.” Kataku pada ibu.
Dan rweng…rweng…rweng… Vespa kami seketika menyala, “Kata
siapa?” Ibuku menang, aku harus memboncengnya di belakang dan melanjutkan perjalanan ke tempat
audisi.
Audisi menyanyi ini adalah audisi yang diselenggarakan oleh
salah satu stasiun TV swasta nasional, jika tidak salah ia adalah pelopor ajang
pencarian bakat yang lain. Sampai di lokasi, Jogja Expo Center, kami langsung
melihat ratusan, atau mungkin ribuan orang yang antri berduyun-duyun untuk menunjukkan
kemampuan bernyanyinya. Nyaliku langsung ciut, aku ingin kabur atau tenggelam ke inti bumi sekalian.
Tapi ibu menggandengku, memaksakan diri untuk merangsek
diantara kerumunan. Sampailah kami di depan meja panitia, “Mas anak saya mau
ikut audisi.”
“Oh minimal 17 tahun, Bu.”
Aku tertawa dalam hati.
“Alah nggak papa dicoba dulu ya,” seperti biasa ibuku
memaksa, “Kasian mas, anaknya udah sampai sini lho, minta nomernya ya.”
Aduh, ibu ini apa-apaan sih, batinku. Dengan tampang agak
kesal akhirnya panitia memberiku nomor dada, “Tapi saya nggak jamin anak ibu
bisa masuk ya.”
“Iya, iya…”
Ibu lalu membawaku menjauhi kerumunan. Hatiku yang awalnya
kesal, mulai bisa beradaptasi. Di sana aku melihat betapa orang-orang
serius meraih mimpinya, mereka menunjukkan tampilan maksimal, memakai baju
terbaik, membawa alat musik, berlatih. Diam- diam aku mengambil pelajaran, oh
jadi begini ya caranya meraih impian.
Melihat mereka rasa percaya diriku perlahan muncul, kalau
mereka bisa, mungkin aku juga bisa, pikirku. Namun ternyata, ibu tak membawaku
mengantri lagi untuk maju audisi, ia mengajakku makan bakso di food stand yang buka saat itu.
“Ibu cuma pengen kamu lihat cara orang memperjuangkan
cita-citanya,” kata ibu seketika.
Aku terdiam, memandang ibu yang asik makan bakso, lalu
melemparkan pandangan kembali ke sekitar, mereka rela kepanasan, kehujanan,
mengeluarkan dana untuk beli pakaian baru agar terlihat menarik di mata dewan
juri, mereka berlatih, mematahkan ketakutan dan keraguan terhadap dirinya
sendiri, jadi ini yang ingin ibu ajarkan padaku? Jadi begini cara ibu mengajarkan agar aku memperjuangkan kemampuanku?
Sejak hari itu, rasa percaya diriku tumbuh, aku tidak
terlalu malu lagi tampil di depan umum, aku mulai berani ikut lomba-lomba,
beberapa gagal, beberapa berhasil. Tapi apa pun hasilnya ibu selalu
mendukungku. Hingga kini dalam hal apa pun ia selalu ada di belakangku, aku
percaya kasih sayang ibu tak terbantahkan waktu, dan itu jugalah yang akan kuberikan
pada anak-anakku kelak. Semoga aku bisa setangguh ibu.
Ini adalah kado hari ibu yang agak terlambat kutulis, tapi kuharap ibu tetap suka. Dan lirik lagu dari Jasmine Elektrik, telah mewakili perasaanku terhadap ibu ...Seutuhnya. Terima kasih ya, Jasmine Elektrik sudah membuat lagu semanis dan sehangat ini.
Kau ajariku berjalan
Membimbingku perlahan
Hingga tercapai segala yang kucita-citakan
Selama ku dibesarkan
Selama ku di pelukan
Begitu banyak dosa yang telah aku lakukan
Buat ibu terluka, buat ibu kecewa
Mohon ku diingatkan, mohon ku dimaafkan
Ku kayuh perahu, menuju pulau citaku
Diiringi doa masehat bijakmu, Ibu
Ku arungi hidup berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu, Ibu, tak terbantahkan waktu
Membimbingku perlahan
Hingga tercapai segala yang kucita-citakan
Selama ku dibesarkan
Selama ku di pelukan
Begitu banyak dosa yang telah aku lakukan
Buat ibu terluka, buat ibu kecewa
Mohon ku diingatkan, mohon ku dimaafkan
Ku kayuh perahu, menuju pulau citaku
Diiringi doa masehat bijakmu, Ibu
Ku arungi hidup berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu, Ibu, tak terbantahkan waktu
#JasmineElektrikCeritaIbu
Comments
Post a Comment