Larik Kecewa!
Ibu melambaikan tangannya padaku. Kali ini dengan penuh sesak haru, yang membuatnya berkali-kali menarik kerah daster untuk melap air mata dan sesekali ingus. Aku tersenyum sehangat mentari di kala hujan, membalas lambaian tangan ibu yang nampak bangga padaku. Ini hari pertama aku bekerja sebagai penyiar. Bagi Ibu ini adalah kerja mulia. Ia merasa anaknya ini akan memikul amanah sebagai pahlawan yang menerangi sisi gelap otak-otak manusia yang tak tersentuh peradaban. Ia merasakan betul hal itu. Enam puluh lima tahun dalam hidupnya, termasuk ketika ia masih dalam perut simbah. Radio menjadi satu-satunya pengantar informasi yang ia tahu, penghubung antara dunia luar dan kehidupannya, serta pemberi berita tentang harga sekilo cabe merah di pasar Beringharjo. Masih dengan titik air mata berderai, ia merelakan punggungku pergi di bawa motor Honda pitung berwarna merah. Menyusuri jalan sempit yang meliuk rumit.