Jangan berharap pada langit, Karena langit lebih sering menawarkan warna kelabu dari pada biru. Belira gusar. Ditumpahkannya pensil dua puluh warna dari dalam kotaknya. Ia sedang mencari warna biru. Ia ingin mewarna biru pada langit. Tangannya gemetaran memilah-milah. Seharusnya ada. Seharusnya warna biru itu bersatu dengan warna-warna lainnya. Namun tidak! Biru itu lenyap entah dibawa oleh apa atau siapa. “Biru-biru-biru”, mulutnya menceracau tidak jelas. “Biru kamu di mana?” Ia memanggil-manggil pensil warna biru seolah dia punya telinga. “Biru” “Biru...” “Biru......” “Aaaarrgh!” , ia mulai tak sabar. Tangannya mengacau ke kanan, kiri, memutar, sembarangan. Diacak-acaknya pensil-pensil berkepala lancip yang sudah terserak, membuatnya makin porak poranda. Wanita berambut kusut itu mementalkan dirinya ke sudut kamar. Meringkuk. Giginya bergemelutuk. Tubuhnya bergetar. “Biru...,” suaranya lirih tapi penuh emosi. “Biru kamu di mana?” Kini ada isak di se...